Masyarakat Samin dalam daerah Bojonegoro terdapat dibeberapa desa dalam daerah kecamatan Ngambon, Tambakrejo dan Ngraho, akan tetapi yang terbesar adalah didesa Tapelan, kecamatan Ngraho.
Berkembangnya masyarakat Samin itu sejak tahun 1900, pada mulanya dipeloporioleh seorang bernama Soerosamin asal dari desa Plosoredjo, kecamatan Randublatung, kabupaten Pati. Oleh karena masyarakat berpedoman dan berdasarkan pada ajaran ajaran Soerosamin, maka hingga sekarang golongan masyarakat itu oleh umum disebut masyarakat Samin dan pengikut pengikutnya disebut orang Samin. Azas dan tujuan masyarakat Samin ialah menghedaki hidup bebas da merdeka seluas luasnya, tidak dengan batas.
Pada dasarnya mereka tidak sudi dan tidak rela diperintah oleh orang lain. Mereka ingin hidup menurut kehendak mereka sendiri. Dalam pada itu tidak suka memfitnah tidak suka mengganggu lain pihak. Mereka tidak suka merugikan orang lain. Mereka tidak kenal dengan perkataan mencuri. Kelakuan mereka amat jujur.
Pada waktu dahulu mereka hanya suka menjalankan perintah lain orang, hanya karena paksaan belaka, dan itupun dilakukan secara letterlijk. Artinya berpegang teguh kata kata yang di gunakan sewaktu memerintah atau mencegah menurut makna lahirnya kata kata tersebut dengan tidak menngunakan tafsiran lain. Mereka tidak menyukai Belanda atau pemerintah Hindia Belanda, tetapi kini mereka taat kepada pemerintah Republik Indonesia yang dalam anggapannya mereka di perintah oleh saudara sebangsa mereka sendiri, dan pengertian kepada pemerintah Republik Indonesia sekarang berlansung baik.
Kehidupan mereka sehari hari di jalankan secara kolektif. Kebiasaan hidup mereka sehari hari sederhana sekali mereka puas dengan hasil hasil usahanya sendiri.
Mereka rajin bekerja. Sebagai mata pencahariannya , mereka bercocok tanam, sangat cinta akan pekerjaan pertanian.
Terhadap masyarakat lainnya dianggapnya keluarga dan mereka suka memberi pertolongan dan bantuan sekedarnya.
Yang dianggap sebagai hari besar adalah tanggal 1 bulan Syura dan pada waktu itu di adakan semacam selamatan dan dalam istilahnya disebut ”brokohan”.
Kelahiran dan khitanan seperti adat kebiasaan umum. Usaha usahanya dilakukan dengan cara gotong royong. Pemberian sumbangan diberikan dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan.
Dalam perkawinan mereka mempunyai caranya sendiri, mula-mula setelah pihak lelaki dan perempuan saling hubungan dan saling setuju, maka oang tua mereka lalu memberitahukan kepada Kepala Desa. Tentang pengesahan atau putusan itu hanya oleh orang tua mereka sendiri. Sudah itu lalu ditentukan hari ”brokohan” dan kadang kadang di rayakan dengan menanggap wayan atau andong.
Tentang menyucikan jenazah dan lain-lain sebagaimana biasa hanya dalam melakukan penguburan tidak memakai ucapan lain, seperti talkin dan pembacaan doa dari modin dan sebagainya.
Oleh karena eratnya hubungan dalam pergaulan hidup dengan masyarakat lain, lambat laun masyarakat samin mulai bisa menyesuaikan diri.
Kronologi sejarah Samin itu perlu untuk penelitian. Berdasarkan arsip yang di simpan di Belanda dan Indonesia Harry J Benda dan Lancen Casties, menulis mengenai gerakan samin, karangan tadi dipergunakan bahasa asing yang termuat dalam BKI. Dalam karangan tadi ditemukan tahun tahun yang penting .Kronologisasi tadi aalah sebagai berikut:
Tahun 1859 : dalam tahun ini Samin Soerosentiko dilahirkandi desa Ploso Kediren Randublatung Blora. Orang tuanya bernama Kyai Keti dari Rajekwesi Bojonegoro. Kakeknya bernama Pangeran Koesoemingajoe. Jadi Samin itu termasuk turunan bangsawan. Ada di desa Ploso Kediri dia mendirikan paham baru yang kemudian diverpolitisir. Pada tahun 1890 ajaran ini mulai menarik minat masyarakat di sekitarnya.Pemerintah Belanda waktu itu belum tertarik atas ajarannya.
Tahun 1903 : Residen melaporkan kalau ada orang Samin berjumlah 722 dari34 desa dalam daerah kabupaten Blora sebelah Selatan, Bojonegoro dan juga Ngawi, serta daerah Grobogan dikurangi dengan daerah Purwodadi, bersama sama mempelajari ajaran Samin.
Tahun 1905 : Dalam tahun ini orang Samin mulai tidak setor padi di lumbung desa dan kalau membayar pajak tidak berupa kewajiban akan tetapi sokongan sukarela. Sikap yang demikian itu tentu saja menjengkelkan pamong desa. Oleh karena itu banyak orang yang tidak suka terutama pamong desa.
Tahun 1906 : Ajaran Samin mulai masuk daerah Rembang sebelah selatan, menantu Samin yang bernama Soerohidin dan Karsiyah sangat giat mem propaganda kan ajaran Samin.
Tahun 1907 : Dalam tahun tsb jumlah orang Samin ada tidak kurang dari 3000 orang. Pemerintah Belanda terkejut dan takut, apalagi mendengar bahwa pada tanggal 1 Maret 1907 akan berontak.
Pemerintah atasan lalu mengirimkan tentara.Di kedung Tuban ada orang yang sedang melakukan selamatan ditangkap. Tidak lama kemudian Samin Soerosentiko di panggil ke Rembang. Setelah di introgasi dia dan 8 orang temannya dibuang ke tanah pembuangan di Padang Sumbar.
Tahun 1908 : Orang bernama Wongsorejo menyebarluaskan ajaran Samin dalam kawedanan Djiwan, dekat dengan kota Madiun. Orang-orang di didik tidak suka membayar pajak, dia lalu di tangakap dan di buang juga.
Tahun 1911 : Soerohidin dan pak Engkrak menyebarluaskan ajaran Samin di Grobogan (Purwodadi), sedangkan Karsiyah di daerah Pati.
Tahun 1912 : Usaha orang Samin menyebarluaskan ajaran di daerah Jatirogo (Tuban) akan tetapi gagal.
Tahun 1912 : Puncak gerakan Samin.
Keadaan ini mulai dari pajak oleh pemerintah di turunkan. Di Grobogan sudah tidak menghargai/menghormati pamong desa dan pemerintah dalam kawedanan Balenrejo orang Samin sudah membohongi pemerintah. Di Kajen daerah Pati orang Samin bernama Karsiyah menamakan dirinya Pangeran Sendang Janur dan menhasut orang desa supaya tidak suka membayar pajak.
Di desa Larangan orang Samin menyerang Kepala Desa dan Polisi. Di desa Tapelan (Bojonegoro) orang Samin juga tidak suka membayar pajak. Asisten wedana di ancam, orang orang lalu di tangkap dan di masukkan dalam penjara.
Waktu itu gerakan Serikat Islam sudah meluas sekali di pulau Jawa. Musuh orang Serikat Islam dan Samin sama yaitu Belanda. Maka mereka dapat bekerja sama.
Tahun 1915 : Usaha menyebarluaskan ajaran di daerah Tuban mengalami kegagalan lagi.
Tahun 1916 : Orang Samin mencari tempat baru, menyebarkan ajarannya di daerah Undakan sebelah selatan kota Kudus.
Tahun 1917 : Lahirlah ajaran pak Engkrak yang menggunakan cara cara pasif yang sangat menjengkelkan pemerintahan Belanda, akibatnya pengikut Samin di tangkap dan di buang sejauh mungkin.
Tahun 1930 : Ajaran Samin mulai mengalami kemunduran. Pada saat pemerintahan Jepang dan pemerintahan Republik Indonesia gerakan ini sama sekali tidak kedengaran lagi. Adapun setelah merdeka orang Samin mulai menampakkan dirinya lagi.
Akan tetapi sekarang mereka sudah sangat berbeda dengan orang Samin pada waktu penjajahan Belanda.
Penutup : Demikianlah secara kronologis gerakan Samin mulai dari tahun 1859, tahun kelahiran Samin Soerosentiko. Kronologi ini sangat penring untuk mengetahuigerakan Samin yang sewajarnya . Dari kronologi itu yang bahannya dari laporan laporan Belanda melalui Asisten Residen Jasper di Tuban pada tahun 1911 dan kemudian dari lain lainnya, menunjukkan bahwa gerakan Samin itu tidak saja aa dalam daerah Kabupaten Bojonegoro, akan tetapi juga dalam daerah Blora, Rembang, Pati, Kudus, Purwodadi dan Madiun. Maka tidak mengherankan kalau pemerintah Belanda bertindak untuk cepat cepat menindak gerakan tersebut.
SUMBER : Sejarah Bojonegoro
Bunga Rampai
Pemrakarsa Pengetikan Ulang
Drs Hamzah Lukman